“…Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah, “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka adalah saudaramu … (QS. Al-Baqarah: [2]: 220)
HIDUP penuh berkah adalah dambaan setiap muslim. Dan, Rasulullah Saw menempatkan pengasuhan anak yatim sebagai sarana untuk meraih keberkahan itu.
Puncaknya adalah meraih kebahagiaan akhirat berupa kesempatan emas mendampingi beliau di surga. Rasulullah Saw bersabda, “Aku dan orang yang menanggung anak yatim di dalam surga seperti ini, “Beliau mengisyaratkan dengan telunjuknya dan jari tengah serta agak merenggangkan keduanya”. (HR. Bukhari).
Menjadi yatim adalah takdir yang pahit dan cobaan paling berat dirasakan bagi seorang anak. Dengan meninggalnya sang ayah, berarti ia kehilangan kasih sayang dan perhatian darinya.
Kesengsaraan itu akan semakin lengkap jika ia hidup dalam keluarga yang pas-pasan. Pasalnya, ayahlah yang selama ini menjadi satu-satunya tumpuan harapan dan tulang punggung pencari nafkah keluarga.
Lalu apakah itu berarti dunia telah kiamat? Ternyata belum, banyak manusia-manusia agung dalam Islam yang dulunya berlatar belakang yatim. Bahkan manusia teragung, Nabi Muhammad Saw, adalah yatim di masa kecilnya.
Mereka berhasil mengatasi kehidupan sulit dan penderitaan, serta tidak menyerah pada nasib. Pada diri mereka terdapat teladan bagi mereka yang mengalami nasib serupa.
Di sisi lain, banyak orang yang tidak tersentuh hatinya dan memicingkan mata terhadap keberadaan mereka. Anak yatim adalah satu kaum terpingirkan dalam masyarakat.
Padahal dalam Islam, anak yatim merupakan ladang amal yang banyak membuahkan manfaat dan kebaikan di dunia ini maupun di akhirat serta keberkahan yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seberapapun kepedulian kita, tentu itu akan berguna bagi diri kita dan anak yatim, serta masyarakat. Manusia yang berinfak untuk orang lain, pada hakikatnya untuk dirinya sendiri.
Sedang orang yang kikir, sesungguhnya ia telah bersikap kikir terhadap dirinya sendiri. Jangan anggap remeh sedikit pun segala macam bentuk kasih sayang dan perhatian terhadap kaum yang lemah itu.
Rasulillah Saw telah memberikan teladan terbaik kepada kita dalam memperlakukan anak yatim; dan beliau juga telah menjelaskan cara terbaik untuk itu, yakni dengan mengusap kepalanya, menciumnya, memangkunya dan bertanya tentang keadaanya.
Ketika seorang lelaki mengadu kepada Rasulullah Saw mengenai kekerasan hatinya, beliau hanya berkata, ” Usaplah kepala anak yatim dan berilah makan untuk orang miskin”. (HR. Ahmad).
Karena itulah nama Rasulullah Saw memiliki yang erat dengan anak yatim, beliau tumbuh sebagai anak yatim, dan di dalam sebuah hadits yang masyhur beliau pernah bersabda , “Aku bersama dengan orang yang mengasuh anak yatim di surga”. (HR. Bukhari).
Apa yang membuat seorang pengasuh anak yatim memperoleh kedudukan yang begitu mulia dan derajatnya yang sangat tinggi ini? Sehingga ia layak mendampingi Nabi Saw di tempat yang sangat agung itu?
Bukankah sudah sangat layak semua itu diberikan kepada orang yang telah mengasuh anak yatim pada masa kecilnya, saat itu belum bisa berpikir dan belum pula bisa memahami. Orang itulah menunjukkan jalan kepadanya, mengarahkannya dan mendidiknya.
Lalu ketika anak itu telah mencapai usia dewasa, ia dapat menjadi seorang lelaki dewasa yang sempurna, memiliki semu haknya sebagai manusia dan memiliki kehormatan.
Sementara orang yang mengasuh anak yatim itu telah bersedia menanggung semua tuntutan dan konsekuensi dari pengasuhan dan pemeliharaannya, dengan semua hal yang dibutuhkan untuk pendidikan dan perhatian yang baik, menjaga agar anak itu tetap berada dalam ketakwaan dan menjaga kesucian dirinya.
Dan, si pengasuh juga berperan besar dalam menyelamatkan anak yatim itu dari kesepian dan kesendirian, serta membuatnya lupa akan pedihnya perasaan karena tidak memiliki apa-apa; dan pahitnya hidup sebagai anak yatim yang tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah.
Karena itulah terdapat anjuran dan dorongan untuk mengasuh anak yatim dan memperhatikan segala urusannya. Ini adalah sebuah hak yang sangat besar yang harus ditunaikan oleh seorang muslim.
Adakah perintah yang lebih besar dari pada wasiat Allah Swt agar memperhatikan anak-anak yatim, sehingga mereka hidup dan menjalani kehidupan ini seperti anak-anak lain yang tidak kehilangan orang tuanya. Allah Ta’ala berfirman, ” Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: ” Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik.” (QS. Al-Baqarah [2]: 220).
Barang siapa yang bersedia menanamkan rasa cinta dan kepercayaan diri pada anak yatim, maka sesungguhnya ia telah memberinya kesempatan untuk membuktikan eksistensi dirinya dan berusaha untuk menemukan solusi yang sesuai untuk banyak permasalahan.
Selain itu, merasukkan kebahagiaan dan kesenangan pada diri anak yatim merupakan salah satu bentuk ketaatan yang paling besar, juga salah satu amalan terbesar yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada Allah Ta’ala.
Terdapat perhatian yang besar dan perintah untuk mengasuh anak yatim di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Al-Quran dan As-Sunnah memberinya hak yang sesuai dengan kebutuhannya.
Barangsiapa yang ingin melangkahkan kakinya menuju surga dan ingin berada di dekat Rasulullah Saw di dalam surga dan memperoleh derajat yang tinggi dan kedudukan yang mulia, maka anak yatimlah yang akan membawanya menuju surga karena pengasuhan dan perhatian yang diberikannya kepada anak itu di dunia.
Anak yatim itulah yang akan membimbing tangan kita di akhirat menuju surga, sebagaimana kita telah membimbing tangannya di dunia. Itulah ganjaran kebaikan yang diberikan Allah dan keistimewaan yang berhak didapatkan oleh orang yang telah kehilangan orang tuanya, sehingga dengan itu Allah Swt dapat mengganti semua kehilangan itu.
Semoga kedekatan kita dengan anak yatim mampu mendekatkan diri kita dengan manusia terbaik, Rasulullah Saw, di surga kelak. Amiin ya rabbal ‘alamiin. Selamat membaca!
Sumber: Butsainah As-Sayyid Al-Iraqi, Al-Yatim Thariquka ilal Jannah (terjemah) 2013.