GONTB – Setelah kembali dari menunaikan ibadah haji, yang harus dijaga adalah pelestarian nilai-nilai ibadah haji dalam bentuk perubahan perilaku kepada yang lebih baik. Sebab, ibadah haji memiliki banyak hikmah dan ibrah terutama di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Namun, sayang dalam praktiknya banyak jamaah haji belum bisa menangkap hikmah dan ibrah ibadah setahun sekali tersebut yang bagi mayoritas jamaah haji yang hanya dapat dilaksanakan sekali seumur hidup. Sehingga, tidak banyak perubahan yang didapatkan pasca ibadah haji ini.
Sesungguhnya banyak hikmah dan ibrah bisa digali dalam pelaksanakan ibadah haji untuk mencapai perubahan perilaku sebagai Muslim, apalagi perilaku modern yang sarat dengan nilai-nilai universal. Hal ini sejalan dengan firman-Nya dalam QS al-Hajj [22] ayat 27-28, antara lain:
Pertama, menguatkan akidah dan keyakinan kepada Allah SWT. Akidah adalah fondasi kehidupan seorang Muslim yang harus mewarnai keseluruhan sikap, cara berpikir, dan bertindak sebagai seorang hamba Allah.
Kedua, pakaian ihram yang hanya dua helai kain serbaputih yang menggambarkan, siapa pun manusia itu kelak akan kembali kepada Allah dengan hanya dibungkus dua helai kain kafan. Anak, jabatan, dan kedudukan serta harta benda tidak akan pernah dibawa kecuali semuanya itu dijadikan sarana untuk melakukan kegiatan amal saleh.
Ketiga, agar kaum Muslimin khususnya jamaah haji semakin mencintai kegiatan masjid, terutama shalat berjamaah dan muamalah dengan masyakat sekitar.
Keempat, agar terbangun suasana ukhuwah islamiiyyah antara sesama orang yang beriman, meskipun berbeda warna kulit, suku bangsa, dan bahasa. Semuanya larut dan menyatu dalam ketauhidan dan keimanan kepada Allah SWT (QS. al-Hujarat [49]: 13).
Kelima, thawaf dan sa’i menggambarkan dalam mencapai cita-cita yang tinggi dan luhur, orang yang beriman terus-menerus bergerak, aktif berbuat, tidak boleh berhenti, tidak boleh putus asa, dan tidak boleh malas. (QS al-Mukminun [23]: 4).Dan hikmah lainnya yang bisa dipelajari dan dihayati oleh setiap jamaah.
Memang, harus kita akui banyak faktor yang menyebabkan umat Islam kurang mampu menangkap ibrah dari setiap segmen ibadah haji. Misalnya faktor pengetahuan, latar belakang pendidikan, bimbingan yang kurang, dan ketiadaan keteladanan.
Dalam hal persatuan, misalnya, umat Islam sangat membutuhkan figur-figur yang berpikir dan bertindak untuk kepentingan bersama, bukan kepentingan kelompok dan firqah sendiri. Gerakan perbaikan moral dan sosial seyogiayanya teraplikasikan dengan baik ketika para haji k embali ke Tanah Air.
Ulama besar Imam Hasan al-Bashri menggambarkan, yang dimaksud dengan haji mabrur itu adalah perubahan perilaku ke arah yang lehih baik dan para jamaah haji tersebut mampu menjadi panutan di linhkungan masyarakatnya [Ay-Yakuna Ahsana min Qalbu wa Ayyakuuna Qudwata Ahli Baladihi].
Kemampuan menjadi panutan di masyarakat amat dibutuhkan sekarang ini, apalagi ketika kehidupan bangsa kita didera dengan berbagai persoalan akhlak, moral, pelanggar hukum, bahaya korupsi, anarki sosial, dan merosotnya wibawa kepemimpinan, baik formal maun non informal.
Dalam kondisi seperti ini hikmah dan ibrah dari ibadah haji perlu diresapi dan diamalkan dengan sebaik-baiknya. Para haji harus menjadi pelopor dalam pemberantasan korupsi di lingkungannya masing-masing.
Itu sejalan dengan janji suci yang diungkapkan dalam doa dan munajat saat wukuf di Arafah untuk menjalani kehidupan sebagai Muslim yang baik dan hijrah dari segala dosa yang pernah dilakukan.
Selama di Tanah Suci para jamaah haji telah menghayati makna ukhuwah, kesetaraan derajat manusia dan semangat beribadah yang lebih baik di banding sebelum menunaikan haji.
Seorang haji tidak boleh puas hanya menyandang predikat haji dan telah kembali dari pengalaman rohaniah yang istimwa, tetapi perlu dikembangkan kebih jauh ke dalam sprit untuk berbuat baik dan menjadi sumber kebajikan bagi lingkungan sekitarnya.
Ibadah haji mengandung hikmah dan makna menghilangkan sifat-sifat egoistis pada manusia dan menggantinya dengan kesadaran kemanusiaan untuk menghayati nilai universal ajaran Islam dan kepedulian yang tinggi untuk memberi manfaat bagi orang lain.
Dalam hubungan inilah keberadaan wadah yang menghimpun para haji, seperti Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia [IPHI] perlu diberdayakan dan dioptimalkan manfaatnya untuk pembangunan umat dan bangsa yang lebih baik lagi.
Akhirnya, Selamat datang para haji Indonesia di Tanah Air setelah menunaikan ibadah haji. Semoga mendapatkan haji mabrur. Aamiin. Wallahu a’lam bishshawab.
Referensi:
Republika.co.id. 2013.