GONTB – Belakangan ini, olahraga lari mengalami transformasi yang begitu besar. Olahraga lari yang awalnya hanya aktivitas fisik dengan tujuan untuk menjaga kesehatan, kini menjelma menjadi fenomena sosial yang kompleks, terutama di masyarakat perkotaan.
Tidak lagi sekedar aktivitas individu, lari telah menjadi simbol gaya hidup modern. Event lari berskala besar, kemudian fun run, komunitas lari, hingga perlengkapan lari berteknologi tinggi menjadi bagian tak terpisahkan dari pesatnya perkembangan olahraga lari.
Namun, pesatnya perkembangan olahraga lari, memunculkan pertanyaan: apakah popularitas olahraga lari kini semata-mata didorong oleh kesehatan akan pentingnya kesehatan badan, atau ada dimensi lainnya seperti status sosial kemudian konsumerisme turut hadir di permukaan?
Tulisan ini, mencoba mengurai fenomena lari dari beragam perspektif, mulai dari solidaritas, simbol status, hingga privatisasi ruang public.
Kehidupan masyarakat khususnya di perkotaan, identik dengan aktifitas yang padat, tekanan pekerjaan, polusi udara yang mengganggu, kurangnya ruang terbuka hijau, dan tingkat stres yang tinggi. Dalam situasi ini, masyarakat terjebak dalam rutinitas harian yang monoton dan melelahkan, sehingga mencari cara untuk melarikan diri dari tekanan tersebut menjadi sebuah kebutuhan. Maka, lari menjadi sebuah solusi praktis. Tidak memerlukan biasa besar dan juga lari dapat dilakukan kapan saja serta di mana saja.
Lari juga menjadi sebuah bentuk pelarian psikologis. Banyak masyarakat yang penulis temui merasa bahwa lari sangat membantu melepaskan stres, mendapatkan energi baru, dan bahkan menjadi ruang refleksi diri. Dalam hal ini, lari adalah salah satu cara “memperlambat” waktu, walau tubuh sedang bergerak cepat.