GONTB -Membaca judul tulisan di atas, tentu orang akan bertanya, apa iya ada nama air terjun ‘Kepusak’ (Tersesat)..
Sebenarnya dan senyatanya, tidak ada yang namanya Air Terjun ‘Kepusak’ di Pulau Lombok. Yang ada tentulah air terjun dengan keindahan, dingin dan segarnya air yang mengalir di bebatuan di sepanjang alirannya. Entah itu berupa kolam, atau aliran sungai yang menampakkan keindahan dasar sungai seperti pasir, batu dan juga ikan yang berenang.
Penasaran kan?
Pada Minggu , 26 Januari 2025 kami datang ke Dusun Murpeji Desa Dasan Geria Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat setelah sehari sebelumnya kami menghubungi sahabat di Dusun Murpeji, Amri.
Dari Amri, kami dapat gambaran dimana letak air terjun yang akan kami tuju. Setidaknya ada tiga air terjun di wilayah Dusun Murpeji yang posisi berada di Hutan Kemasyarakatan (HKM) yakni Air Terjun Bale Puntik, Air Terjun Temurun Biloq, Selendang Bidadari dan. Temburun Nanas.
Kami tidak tahu mau mau ke air terjun yang mana. Cuma kami ingin ke air terjun titik.
Kami pun kembali di tanya keseriusannya untuk ke air terjun . “Saya masih ada giat, tidak bisa nemenin. orang yang saya minta temenin juga masih ada kesibukan,” kata Amri.
“iya, ” jawab kami.
Akhirnya kami diberi gambaran lokasi yang harus kami tempuh termasuk jalurnya. ‘
“Apakah aman kalau kami pakai matic,” tanya kami.
“Aman, kalau yang biasa. Sampai parkiran,. Namanya juga jalur hutan,” katanya.
Kami saling pandang dan berpikir Kami belum pernah kesana.
Melihat keraguan kami, Amri menawarkan motor manualnya untuk kami pakai. “Okelah,” kata kami.
Dengan mengendarai motor manual kami melewati jalan aspal, jalan rabat yang cukup besar dan masuk ke jalan rapat yang lebih kecil lagi lebarnya.
Setelah Sampai di perkampungan terakhir, kami baru memulai perjalanan l. Artinya , jalan tanah dengan ukuran lebar yang cukup untuk dilewati motor.
Awalnya kami masih tersenyum dan menikmati perjalanan. Namun jalan yang kami lalui mulai memberikan sinyal, naik turun dan berbelok. Dan pada akhirnya, kami memutuskan untuk kembali ke perkampungan untuk menitipkan sepeda motor setelah kami lihat jalur dilalui cukup mendebarkan. Kami belum terbiasa rute menantang.
Saat kami turun dari motor dan hendak putar arah, dari belakang datang dua sepeda motor. Satu matic dengan penumpang 4 orang dan satu manual dengan penumpang dua orang.
“Kenapa? Tanyanya.
“Mau balik , titip.motor di warga,” jawab kami.
“Aman kalau pakai manual gitu. Kalau matic agak berat,’ jawabnya.
Mendengar jawaban tersebut, muncul kembali keberanian kami untuk menyusuri jalan. Dan kami jadi pengikut…hehehe.
Meski dengan kehati-hatian, kami terus mengikuti jalur yang memberi petunjuk arah mana yang kami tuju. Namun, istri harus turun naik motor orang agar jalur yang dilewati lebih mudah ditempuh. Entah berapa kali hal itu dilakukan hingga akhirnya kami sampai di tempat parkir.
Ditempat ini, terpantau beberapa motor sudah terparkir. Kami pun memarkir kendaraan dan melanjutkan dengan jalan kaki.
Eli dan suami, Ojan beserta kedua anaknya yang berumur 5 tahun dan kakak perempuannya yang duduk di kelas tiga SD berada di posisi depan. Diikuti Ifa dan suaminya barulah kami mengikuti.
Perjalanan melewati jalan setapak pun dimulai,. Naik turun dilalui dengan senyum dan menikmati jalur yang mesti dilewati.
Beberapa plang petunjuk arah terpancang di beberapa titik bertuliskan Air Terjun. Sayangnya, tidak dijelaskan nama Air Terjunnya padahal di sekitar Hutan Kemasyarakatan tersebut ada beberapa air terjun.
Minimnya plang penunjuk arah menuju air terjun, membuat kami harus berhenti beberapa saat ketika berada di dua arah jejak yang biasa dilewati.
Ternyata, meski sudah berhati-hati dalam memilih arah, kami masih mengalami kesulitan dan harus balik arah.
Disisi lain, anak laki-laki Eli mulai mengeluh kelelahan. Beberapa kali orang tuanya mengingatkan untuk tidak mengeluh dan meneruskan perjalanan. Sang kakak pun turut menyahut, “Kakak aja gak ngeluh,” katanya.
Pergulatan kata dan rasa lelah kakak beradik membuat kami tersenyum dan semakin menikmati perjalanan meski belum bisa menemukan arah pasti menuju air terjun.
Sampai kami di satu punggungan bukit, kami mulai kebingungan karena tidak ada lagi plang petunjuk arah menuju air terjun.
“Perasaan kesana,” ungkap Ojan yang pernah ke air terjun.
Kami berempat hanya bisa mendengarkan karena memang belum pernah sekalipun ke lokasi air terjun.
Ditengah menentukan arah, di belakang kami datang seorang petani penggarap lahan di kawasan Hutan Kemasyarakatan.
“Arah air terjun Jero Kerti? Kalau kesana kan arah air terjun terong Biloq atau Temurun Nanas ,” tanya Ojan.
“Kesana Terong. Biloq,” jawab petani sambil menunjuk arah atas. Sedangkan Jero Kerti ke bawah,” katanya.
Setelah mendapat jawaban itu, kami kembali ke bawah. Namun, apa yang kami cari tak kami jumpai. Akhirnya, kami memilih kembali ke aliran sungai.
“Disini saja, kita mandi,” kata Ojan. Kami pun mengiyakan.
Yap kami akhirnya menikmati bening dan jernihnya aliran sungai , dibawa jembatan bambu yang sempat membuat sport jantung bagi yang belum terbiasa melewatinya atau mereka yang memiliki fobia terhadap jembatan dari kayu atau bambu. *