RAMADHAN akan meninggalkan kita. Wahai Ramadhan tercinta, engkau akan pergi, alangkah pahitnya hari-hari ini tanpa dirimu, hingga akhirnya kita harus bertanya pada diri kita sendiri: wahai jiwa bagaimana keadaan kita setelah Ramadhan?!
Wahai seluruh jiwa!!. Berapa waktu yang lalu kita telah melakukan shalat dan puasa, membaca Al-Qur’an dan menunaikan qiyamul lail, berdzikir kepada Allah SWT dan berdoa dengan khusyuk, bershadaqah, senantiasa berbuat kebaikan dan mempererat tali silaturrahmi. Berapa waktu yang lalu kita juga sama-sama merasakan ketenangan jiwa dan eratnya hubungan kepada Allah SWT.
Ketika kita mendengarkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan, hati kita terasa khusyuk, air mata kita mulai berjatuhan membasahi pipi, dan dan iman kita menjadi tebal, lebih khusyuk dalam beribadah kepada Allah SWT.
Kita telah merasakan kenikmatan iman di bulan Ramadhan dan kita telah mengetahui apa arti sebenarnya puasa. Kita juga telah merasakan nikmatnya menangis dan kenikmatan bermunajat di malam bulan Ramadhan.
Kita semua telah melakukan shalat yang telah kita jadikan keindahan di mata, dan kita telah berpuasa di mana telah kita rasakan kenikmatan dan kelezatannya, dan kita berinfaq namun kita tidak takut menjadi faqir. Dan masih banyak lagi aktifitas, telah kita kerjakan di bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan meninggalkan kita.
Di bulan Ramadhan, setiap hari kita selalu bergelut dengan kebaikan, hingga kita berharap dengan berkata: sungguh indahnya seandainya aku meninggal dalam keadaan yang baik ini! Kenikmatan iman dan kelezatan bertaat kepada Allah SWT muncul pada bulan Ramadhan. Namun, semua itu sudah berlalu. Ramadhan akan pergi. Apa yang harus kita lakukan?
Wahai Ramadhan, engkau akan pergi. Tidak ada yang tersisa dengan kepergianmu kecuali malam dan siang saja, mungkin kita tidak pernah lagi merasakan kenikmatan qiyam ramadhan. Subhanallah! Di mana kekhusyukan itu? Di mana tetesan air mata, sujud dan rukuk … di mana lantunan tasbih dan istighfar, dan di mana munajat kepada Allah Yang Maha Esa?
Wahai Ramadhan, engkau akan pergi. Tak ada yang tersisa dengan kepergianmu kecuali malam dan siang saja. Mungkin kita telah meninggalkan Al-Qur’an yang kita baca ayat-ayatnya di waktu Fajar tiba, di waktu Dzuhur, setelah Ashar, siang malam kita membacanya. Namun setelah Ramadhan pergi, berapa banyak ayat Al-Qur’an yang telah kita baca setiap hari?
Wahai saudaraku, kita harus menangis atas kepergian Ramadhan. Kita tidak mampu menahan perasaan sedih dan sakit dari kenikmatan iman dan ketaatan yang akan pergi begitu saja.
Wahai Ramadhan, engkau akan pergi! Kepergianmu sungguh terasa pahit bagi orang-orang shalih. Mereka telah menangisimu atas perpisahan dengan kesedihan yang mendalam…
Bagaimana tidak, kita menangisi kepergiannya, dan kita tidak tahu apakah kita termasuk orang yang diterima amal kita oleh Allah SWT atau justru kita ditolak. Bagaimana tidak, wahai saudaraku, kita juga tidak tahu apakah kita akan kembali lagi pada Ramadhan yang akan datang, atau kita ke liang lahat?!
Betapa pahit rasanya berpisah dengan Ramadhan, dengan kesedihan hati yang mendalam. Bagaimana tidak, Ramadhan adalah bulan penuh rahmat, bulan penuh ampunan dosa. Bagaimana tidak, semua doa pasti akan didengar, malapetaka pasti akan ditolak, kebaikan pasti akan terkumpul.
Semoga Allah SWT memberikan berkah kepada kita dengan Al-Qur’an yang mulia, dan memberikan manfaat kepada kita dari ayat-ayat Al-Qur’an.
Mari kita berikhtiar semampu kita agar jiwa dan hati kita dapat selalu dan terus-menerus istiqamah dalam ketaatan hingga selalu dapat melakukan yang wajib. Selalu ingat kepada Allah, takut kepada-Nya dan selalu berhubungan kuat dengan-Nya.
Meskipun ketaatan kita ini hanya sedikit, namun dengan sedikit jika terus menerus lebih baik daripada banyak namun terputus-putus tidak istiqamah. Wallahu a’lam bishshowab.
Selamat Menjalankan Ibadah Puasa. “Hidangan Langit Telah Tersedia. Lupakan Sejenak Santapan Duniawi.”
Referensi: Ramadhan Sepanjang Masa, Dr. Ibrahim Ad-Duwaisy, 2007