GONTB – MENUKIL Karya H. Bahrum Jamil SH, dari buku Kenang-Kenangan 70 tahun Buya Hamka Penerbit Pustaka Panjimas, Jakarta 1983 “Hamka Dalam Kenangan”.
Pertama Kali Mengenal Buya Hamka
“Ketika berlangsung Muktamar Al Jam’iyatul Washliyah yang kedua tahun 1938 di Jalan Kalkutta Medan, untuk pertama kalinya saya mengenal Hamka, karena beliau di dalam kedudukannya sebagai Konsul Muhammadiyah Andalas Timur memberikan kata sambutan di dalam resepsi Muktamar bersama Almarhum Syekh Mahmud Khayyath seorang Ulama yang militan di Sumatera Timur [Sekarang jadi Sumatera Utara]”.
“Hamka waktu itu memakai kain tenunan Makassar yang agak kecoklatan, dengan baju putih berkancing lima, pakai serban menambah simpatiknya wajah beliau di bawah sinar lampu bulan sabit berbintang lima, Lambang Muktamar Al Washliyah ketika itu”.
“Dan saya ingat ketika hanyalah ucapan Hamka yang mengatakan bahwa beliau akan menulis tentang Al Washliyah di dalam Majalah yang dipimpinnya bernama “Pedoman Masyarakat”, terutama dihargainya kegiatan Al Washliyah di bidang penyiaran Islam ke Tapanuli Utara dan ketika itu dikenal dengan Batak Landen, ke Tanah Karo”.
Menerima Sepucuk Surat Dari Buya Hamka.
Dikutip dari buku Batu Demi Batu Di Bawah Panas Yang Terik UISU Kami Dirikan, Penerbit: Ma’had Mu’alimin Al Washliyah, Teladan, Medan 17 Agustus 1991. Sebagai berikut:
Dari Arsip Surat Buya Hamka…. “Ketika Muktamar Al Washliyah pada tahun1973 memilih H. Bahrum Jamil SH, sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah, maka Buya Hamka salah seorang sesepuh Muhammadiyah yang kini mengadakan Muktamar ke-40 di Surabaya, telah menulis sepucuk surat kepada beliau didalam bahasa Arab. Surat itu bertulis dengan tangan dan antaranya dialih bahasakan sebagai berikut”:
“Ananda tercinta … Tiadalah Buya dapat melukiskan di atas kertas yang sempit ini, betapa besar kegembiraan hatiku membaca disurat-surat kabar kan menyiarkan bahwa Muktamar Al Jam’iyatul Washliyah di Medan pertengahan Juli yang lalu [tahun 1973], telah memilihmu menjadi Ketua Umum bagi Al Jam’iyatul Washliyah.
Saya bersyukur kehadirat Allah Azzawa Jalla karena pemilihan itu telah meletakkan engkau pada tempatmu yang layak, setelah perjuanganmu, kesungguhanmu mengibarkan bendera Jam’iyatul Washliyah khususnya dan Islam umumnya, sejak engkau masih muda sehingga kini telah melampaui batas usia empat puluh tahunan.
Dan ini pun adalah berkat pendidikan dari pada pemimpin yang berjuang, dan para gurumu yang telah pergi, mereka … sejak H. Abdurrahman Syihab hingga ke Arsyad Thalib Lubis, Syekh. H. Adnan Lubis, dan lainnya dari para guru-guru besar yang lain.
Dan demikianlah firman Allah:”Wanaktubu ma qaddamu wa asarahum, wa kulla Syai’in, ahsanaihu fi imamim mubin”. Engkaulah ananda, salah seorang dari bekas tangan mereka, dan melihat pertalian jiwa antara aku dan engkau.
Sejak lebih kurang 30 tahun atau lebih, maka tiadalah heran apabila berbangga dan gembira, karena saudara-saudaraku engkau di dalam Al Jam’iyatul Washliyah telah menempatkan tanggung jawab di atas pundakmu. Agar engkau ketahui, bahwa aku dari salah seorang yang turut mengukuhkanmu dengan pertongannya, dan melimpahkan rahmat-Nya. kepadamu, dan menerima petunjuk jalan-Nya, dan memimpinmu kejalan yang tetap dan Iman, dan akan memberikan kepadamu masa depan yang lebih cerah, dan kepemimpian yang mendapat kemenangan.
Kenanangan dan salamku kepada setiap pimpinan Al Jam’iyatul Washliyah, dan aku mengharap supaya engkau sampaikan kepada mereka bahwa tiadalah perbedaan antara aku dengan mereka, dan tiada ikhtilaf diantara kita karena yang hendak kita hadapi adalah satu, yaitu agama kita agama Islam dan yang hendak kita capaipun satu juga, ialah keredhaan Tuhan kita.
Terimalah ananda salamku yang wangi dan panas dan kenangku … “. Dari ayanda tercinta: Syehk Abdul Malik bin Abdul Karim Amarullah. Kebayoran Baru, 27 Jumadil Akhir 1393 H/28 Juli 1973M.
Hiduplah Al Washliyah Zaman Berzaman.
Nashrum minallahi wa fathun qariib wa basysyiril mu’mini