GONTB – Persidangan kasus suap Gregorius Ronald Tannur yang melibatkan tiga Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, tampak riuh usai istri dari salah satu tersangka Mangapul, Marta Panggabean mengungkap keluh kesahnya saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, pada Selasa, 7 Januari 2025.
Tiga hakim PN Surabaya didakwa menerima suap Rp 1 miliar ditambah SGD 308 ribu atau setara Rp3,6 miliar, sehingga totalnya sebanyak Rp4,67 miliar terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ketiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Dalam kesempatan itu, Marta meluapkan amarah kepada sang suami yang kini menjadi tersangka kasus suap usai memvonis bebas Ronald Tannur.
Marta kecewa akibat perbuatan Mangapul itu berdampak pada saldo di ATM keluarganya yang terkuras habis alias nol rupiah, sejak Desember 2024 lalu.
Istri tersangka Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya itu mengaku tidak lagi menerima uang gaji sang suami ketika kasus tersebut terungkap.
Padahal, uang gaji itu diperuntukan untuk membiayai tiga anaknya yang sedang kuliah.
“Tidak ada lagi (terima gaji). Sejak Desember tidak pernah lagi dapat gaji sampai sekarang. Padahal anak saya ada tiga mahasiswa,” ucap Marta.
“Ini yang bikin saya sedih dan satu lagi di swasta juga yang bungsu,” lanjutnya.
Marta meneteskan air mata saat menjelaskan soal saldo ATM tersisa Rp0. Akibat hal itu, dirinya merasa kecewa kepada sang suami yang diduga tergoda suap sebanyak Rp4,6 miliar dalam kasus Ronald Tannur.
“Saya dua kali datang ke ATM, selalu ‘saldo anda nol, saldo anda nol’, sedih sekali itu saya, Pak!” terangnya.
Meski marah, Marta tetap merasa kasihan kepada suaminya. Dia bertanya-tanya tentang nasib Mangapul yang terlibat kasus suap Ronald Tannur.
“Tapi dalam hati kecil saya kasihan, kok bisa begini, kami alami kenapa begini, Tuhan, saya pikir begitu juga, Pak,” tutur Marta sambil menangis.
Berkaca dari hal itu, terdapat tiga fakta terkini terkait kasus suap Ronald Tannur yang melibatkan Hakim PN Surabaya. Berikut ini ulasan selengkapnya.
Keluarga Tersangka Jual Perhiasan demi Bertahan Hidup
Dalam kesempatan yang sama, istri tersangka Mangapul mengaku ekonomi keluarganya dibantu oleh kakak ipar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, Marta juga rela menjual perhiasan yang dimiliki olehnya untuk bisa bertahan hidup saat sang suami tidak lagi mendapatkan gaji akibat tersandung kasus suap Ronald Tannur.
“Saya minta bantuan sama kakak, kakak saya juga ada. Kakak ipar juga tolong saya dibantu,” ungkap Marta.
“Nanti kalau saya uang, namanya ibu-ibu ada kecil-kecil kita punya perhiasan itu kita geser supaya bisa bertahan. Karena sekarang untuk membayar uang kuliah juga anak-anak,” tandasnya.
MA Berusaha Keras ‘Menguntit’ Hakim
Dalam kesempatan berbeda, Mahkamah Agung (MA) pernah menyatakan usahanya untuk mengawasi tindakan para hakim meskipun tidak bisa menguntit atau mengikutinya selama 24 jam.
Pernyataan itu disampaikan Juru Bicara MA, Yanto untuk merespons praktik suap atas vonis bebas terdakwa kasus pembunuhan Ronald Tannur yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
“Pertanyaannya, kenapa masih kecolongan? Kami tidak selalu menguntit (hakim). 24 jam dikuntit, tidak mungkin. Tentunya, dia juga lebih pintar,” kata Yanto dalam jumpa pers di Gedung MA, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025.
Yanto mengklaim, MA telah berusaha keras dalam mengawasi dengan melakukan pengawasan melalui Badan Pengawasan, Sistem Pengawasan, maupun oleh pimpinan secara langsung.
“Jadi, Mahkamah Agung itu sudah begitu rapatnya membentengi aparaturnya. Karena bisa dibandingkan dengan lembaga lain, di Mahkamah Agung itu ada lima rambu-rambu,” klaimnya.
Selain itu, Yanto menjelaskan dua rambu tersisa adalah pengawasan oleh Komisi Yudisial dan Satuan Tugas yang berkeliling di pengadilan.
“Apalagi sekarang pimpinan kami yang baru, Sunarto, sudah punya kebijakan yang kalau turun ke bawah tidak boleh dilayani, dan disambut secara berlebihan,” jelas Yanto.
“Bahkan beliau tidak bersedia di bandara disediakan VIP. Mudah-mudahan hal tersebut juga bisa menambah kesadaran bagi oknum-oknum yang masih negatif,” tandasnya.
Lima Aparatur PN Surabaya Kena Sanksi Disiplin Berat
Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto dalam kesempatan berbeda, menyebut lima aparatur Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dijatuhi sanksi disiplin berat terkait kasus suap Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afrianti.
“Jadi memang betul bahwa kami sudah menurunkan tim dari Bawas (Badan Pengawasan) termasuk ke PN Surabaya,” tutur Sunarto dalam konferensi pers ‘Refleksi Akhir Tahun MA’ di Jakarta, pada Jumat,
“Dan ada kurang lebih lima orang yang sudah dijatuhi hukuman disiplin berat,” kata Sunarto saat Refleksi Akhir Tahun MA di Jakarta pada Jumat, 27 Desember 2024.
Sementara itu, Ketua MA itu enggan menjelaskan identitas lima orang aparatur PN Surabaya yang dijatuhi sanksi tersebut.
“Saya sendiri tidak hafal (identitas lima aparatur PN Surabaya),” terang Sunarto.
Terkait pengembangan dari kasus suap Ronald Tannur, Sunarto menekankan MA memegang prinsip asas praduga tidak bersalah. Oleh sebab itu, MA tidak berkomentar terkait perkembangan yang masih didalami oleh Kejaksaan Agung.
“MA berpendapat setelah ada bukti-bukti yang diajukan di persidangan nanti. Jadi, yang kasus di Surabaya, tim Bawas sudah turun dan sudah selesai,” sebut Sunarto.
“Seminggu lalu saya sudah tanda tangan hukuman disiplinnya,” tegasnya.*